PABI Karesidenan Pati Adakan Pertemuan, 187 Kewenangan Klinis Jadi Topik Bahasan

PATI, Kompasnewsjateng.com – Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) di Karesidenan Pati mengadakan pertemuan di Resto Dapur Emak, Desa Plangitan, Kecamatan/Kabupaten Pati pada Minggu (09/02/2025). Pertemuan dihadiri oleh puluhan dokter bedah dari Karesidenan Pati yang meliputi Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora.

Ketua PABI Cabang Pati, dr. Widi Antono Sp.B., M.Kes., dalam sambutannya menyampaikan pentingnya pertemuan ini dalam rangka menjalin silaturahmi dan mempererat hubungan antar sesama profesi dokter bedah.

“Kita biasanya melakukan pertemanan paling tidak setahun dua kali. Selain silaturahmi, untuk berbagai informasi dan menyelesaikan jika ada masalah yang muncul,” katanya.

Dalam kesempatan itu, dr. Widi sekaligus melaunching buku berjudul”Konversi Kompetensi Bedah” yang ia tulis sendiri. Melalui buku tersebut, para dokter bedah diharapkan bisa memahami 187 kewenangan klinis yang boleh dilakukan oleh seorang dokter. Asalkan sesuai dengan Perkonsil 73 tahun 2020 ke dalam ICD-9 dan ICD-10.

“Karena kaitannya dengan launching sekalian dibahas kewenangan klinis yang dilakukan dokter bedah. Termasuk hadir juga dari BPJS, biar mereka tau bahwa kami ini punya 187 kewenangan klinis. Artinya boleh dokter bedah mengerjakan itu, karena terkadang sering timbul gesekan di rumah sakit,” tambahnya.

Menurutnya, penting bagi seorang dokter untuk memahami klasifikasi atau kewenangan klinis dalam melakukan operasi atau bedah. Apalagi, seringkali ditemukan perbedaan pendapat dengan direktur rumah sakit dalam mengambil tindakan bedah. Padahal jika mengacu pada Perkonsil 73 tersebut, seorang dokter bedah diperbolehkan asalkan tidak menabrak aturan.

Termasuk kalim dari BPJS Kesehatan yang seringkali menjadi masalah antara pihak paisen dengan rumah sakit dan dokter itu sendiri.

“Jadi kita tidak bisa dibatasi oleh suatu aturan rumah sakit atau kepentingannya tertentu. Selama kita mengajukan Rincian Kewenangan Klinik (RKK) sesuai Perkonsil dan ditandatangani direktur rumah sakit, itu sah dokter bedah bisa melakukan. Memang klaim dari BPJS dengan rumah sakit itu tidak sinkron. Makanya ini tadi kita bahas, adanya klasifikasi itu untuk meminimalisir hal-hal semacam itu,” tukasnya. (is)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *