
PATI, Kompasnewsjateng.com – Dokter spesialis bedah dr. Widi Antono Sp.B., M.Kes., baru saja melaunching buku berjudul “Konversi Kompetensi Bedah”. Launching secara simbolis dilaksanakan di Resto Dapur Emak turut Desa Plangitan, Kecamatan/Kabupaten Pati pada Minggu (09/02/2025) dan dihadiri oleh puluhan dokter spesialis bedah lain se eks Karesidenan Pati.
dr. Widi yang juga seorang ketua Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) cabang Pati di eks Karesidenan Pati mengatakan, diterbitkannya buku ini muncul lantaran tidak adanya klasifikasi operasi yang seharusnya dilakukan oleh seorang dokter. Sehingga, seringkali seorang dokter melakukan operasi tanpa didasari urgensi, tingkat kesulitan, hingga Bahan Habis Pakai (BHP).
Oleh karenanya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan melihat urgensi di bidang kedokteran. dr. Widi secara mandiri dengan dibantu rekannya dr. Sabasdin Harahap., Sp.B., MARS., akhirnya memutuskan untuk merancang buku ini.
Maka dari itu, dengan adanya buku ini diharapkan bisa dijadikan panduan bagi seluruh dokter bedah di seluruh Indonesia untuk menentukan klasifikasi operasi. Sebab, beda diagnosis atau penyakit, beda pula operasi yang harus dilakukan.
“Buku ini hadir sebagai solusi komprehensif untuk membantu dokter bedah memahami dan menerapkan kodifikasi tindakan bedah sesuai standard internasional ICD-9 dan ICD-10. Jadi penyakit bedah itu ada 187 klasifikasi. Didalam buku itu kami buat kode untuk tindakan bedah umum. Ada tindakan kecil, sedang, hingga besar saya identifikasi semua,” ucap dr. Widi.
Buku ini juga diharapkan bisa meminimalisir adanya sengketa antar dokter bedah yang seringkali terjadi karena tidak adanya kesepahaman mengenai tindakan operasi yang harus dilakukan. Termasuk dalam menentukan apakah operasi bisa dicover melalui BPJS atau tidak.
Nantinya, setiap rumah sakit didorong untuk segera menggunakan sistem online yang terintegrasi sesuai dengan isi buku ini. Sehingga, ada kesamaan penanganan operasi bedah di seluruh Indonesia.
“Adanya buku ini juga untuk menghindari adanya sengketa antara satu dokter bedah dengan dokter bedah lain. Jadi sudah saya integrasikan melalui online, termasuk bisa klaim BPJS. Karena selama ini tidak ada panduan. Dokter itu kadang ada yang menyebut tindakan besar, ada kecil, ada besar. Padahal semua itu harus sama tidak boleh berbeda antar dokter,” imbuh pria yang juga seorang pengurus PABI pusat divisi advokasi klinis.
Secara umum, kodifikasi menurut ICD-9 dan ICD-10 serta klasik operasi berdasarkan tingkat berat ringannya tindakan bedah yang tercantum dalam Perkonsil 73 tahun 2020 memiliki beberapa tujuan, antara lain.
- Memberikan informasi bagi dokter bedah tentang kesehatan klinis yang memiliki kode ICD, sehingga memudahkan dalam penggunaannya termasuk klaim BPJS.
- Mencegah, mengurangi, dan menyelesaikan sengketa kaitannya dengan biaya operasi antar dokter bedah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan dokter bedah dengan BPJS dan pihak-pihak lain.
- Mempunyai keseragaman perselingkuhan dalam hal tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter bedah sehingga memudahkan komunikasi antar stakeholder.
- Memudahkan dokter bedah mengidentifikasi tindakan untuk klaim BPJS, sehingga mendapatkan nilai ekonomis yang optimal.
- Menyediakan basis data untuk mendukungnya penyusunan tarif tindakan operasi di rumah sakit, jika diperlukan.
Sampai saat ini, buku tersebut sudah diedarkan ke seluruh dokter bedah di Indonesia. Dan juga dijual secara online yang bisa diakses melalui aplikasi Shoppe. (is)